Senin, 18 Juni 2018

Takbir Terakhir

Ramadhan baru saja pergi berlalu meninggalkan.
Suara takbir berkumandang syahdu dari satu masjid ke masjid lain bergantian.
Hari yang suci nan fitri pun datang setelah penantian.

Gue semakin yakin dengan Ramadhan. Karena bulan ini selalu mendatangkan sebuah keajaiban, setidaknya dalam beberapa tahun terkahir yang sudah gue jelaskan di cerita yang pernah dituliskan. Tahun ini Ramadhan kembali membawa sebuah kisah yang patut disyukuri.

Setelah sekian lama bekerja, membanting tulang, setiap minggu terbang dari satu kota ke kota lain, dan merelakan waktu beristirahat untuk bekerja lebih lama dari yang lain, akhirnya gue diberikan rezeki dan kesempatan oleh Tuhan. Ia hadir dalam bentuk sebuah rumah baru yang gue dedikasikan untuk Ibu, meskipun ini tak sebanding dengan pengorbanan yang telah ibu berikan.

Jalannya mendapatkan rumah ini bukan tak penuh liku dan ujian. Setelah kurang lebih setahun lamanya berada dalam pencarian, yang tak jarang melelahkan. Hampir gue menyerah dan mengikhlaskan kepada Tuhan, mungkin belum pantas diri gue untuk mendapatkan yang gue inginkan. Sempat terpikir bahwa memang gue gak sanggup melewati ujian ini sendirian, sedangkan di saat itu gue merasa tak ada orang yang memperdulikan.

Namun, itulah Tuhan. Selalu punya cara membuat hamba Nya tersenyum, tersipu malu dan menyadari betapa kekhawatiran masa depan sebenarnya tak perlu dirisaukan. Karena Ia telah menjamin dan memastikan bahwa Ia tak akan meninggalkan kita dalam kesendirian. Ia akan terus berada bersama kita, menemani, membimbing dan memberikan pelajaran.

Kadang kita sebagai manusia, seringkali berpikir dan bertingkah seakan lebih mengetahui segalanya dibandingkan Sang Pemilik Masa Depan. Seringkali mencoba menebak jalan Tuhan, padahal jalan cerita yang Ia buat sudah begitu indah hingga kita tak akan pernah sanggup membayangkan. Seringkali tak pandai membaca pertanda bahwa sebenarnya yang terbaik bagi kehidupan kita sedang Ia siapkan.

Sebuah pelajaran yang bisa gue ambil dari perjalanan ini adalah untuk tidak berhenti memberikan yang maksimal dari setiap usaha yang dlakukan. Berdoa dengan setulus hati tentang niat baik yang akan dilaksanakan. Dan berpasrah seikhlas mungkin untuk siap menerima apapun yang akan Tuhan berikan. Bahwa dengan melakukan hal tersebut, maka akan dibukakan jalan kemudahan, akan datang rezeki dari arah yang tak disangkakan, dan akan dicukupkan segala urusan. Dalam bentuk apapun. Apapun yang bahkan tidak berarti menurut orang lain.

Gue menyadari bahwa pendampingan dan janji Tuhan untuk memberikan petunjuk, kemudahan dan rezeki tidaklah hanya berupa sebuah hal yang nyata, materil, tangible atau physical. Kadang ia datang dalam sebuah perwujudan lain. Dalam kasus gue, perwujudan itu adalah berupa dukungan. Sebagian akan menilai sepele. Sebagian akan menilai hal kecil. Sebagian akan menganggap gue membual. Sebagian lain bahkan meremehkan.

Namun ternyata hal itu sangatlah bernilai. Saat gue berada dalam titik terendah, hampir masuk ke dalam lubang keterpurukan, sebuah dukungan bisa mengubah banyak hal. Kapan itu bisa terjadi? Ketika dukungan itu diberikan dengan ketulusan, tanpa dibuat supaya terlihat menawan atau tanpa penuh upaya ke-sok-tahu-an. Kadang dukungan itu membuat kita terhenyak. Membuat kita tersadar. Membuat kita bangun dari tidur nyenyak. Bahkan tak jarang membuat kita meradang.

Namun bukankah itu yang kita butuhkan, untuk membangun pemikiran kita menjadi lebih dewasa, realistis dan matang?

Takbir masih terus berkumandang bersahutan.
Menemani gue bersiap meninggalkan rumah yang telah menjadi saksi 18 tahun perjalanan kehidupan.

Biarlah ini menjadi takbir terakhir yang akan berdendang di rumah ini.
Namun takbir ini akan menjadi takbir yang terus terkenang, yang mengingatkan bahwa Tuhan tidak akan pernah meninggalkan kita dalam kesendirian.

Ia mengutus hamba lain untuk menihilkan rasa tersebut dalam perjalanan.

Tidak ada komentar: