Ramadhan baru saja pergi berlalu
meninggalkan.
Suara takbir berkumandang syahdu dari satu
masjid ke masjid lain bergantian.
Hari yang suci nan fitri pun datang setelah
penantian.
Gue semakin yakin dengan Ramadhan. Karena
bulan ini selalu mendatangkan sebuah keajaiban, setidaknya dalam beberapa tahun
terkahir yang sudah gue jelaskan di cerita yang pernah dituliskan. Tahun ini
Ramadhan kembali membawa sebuah kisah yang patut disyukuri.
Setelah sekian lama bekerja, membanting
tulang, setiap minggu terbang dari satu kota ke kota lain, dan merelakan waktu
beristirahat untuk bekerja lebih lama dari yang lain, akhirnya gue diberikan
rezeki dan kesempatan oleh Tuhan. Ia hadir dalam bentuk sebuah rumah baru yang
gue dedikasikan untuk Ibu, meskipun ini tak sebanding dengan pengorbanan yang
telah ibu berikan.
Jalannya mendapatkan rumah ini bukan tak
penuh liku dan ujian. Setelah kurang lebih setahun lamanya berada dalam
pencarian, yang tak jarang melelahkan. Hampir gue menyerah dan mengikhlaskan kepada
Tuhan, mungkin belum pantas diri gue untuk mendapatkan yang gue inginkan. Sempat
terpikir bahwa memang gue gak sanggup melewati ujian ini sendirian, sedangkan
di saat itu gue merasa tak ada orang yang memperdulikan.
Namun, itulah Tuhan. Selalu punya cara
membuat hamba Nya tersenyum, tersipu malu dan menyadari betapa kekhawatiran
masa depan sebenarnya tak perlu dirisaukan. Karena Ia telah menjamin dan
memastikan bahwa Ia tak akan meninggalkan kita dalam kesendirian. Ia akan terus
berada bersama kita, menemani, membimbing dan memberikan pelajaran.
Kadang kita sebagai manusia, seringkali
berpikir dan bertingkah seakan lebih mengetahui segalanya dibandingkan Sang
Pemilik Masa Depan. Seringkali mencoba menebak jalan Tuhan, padahal jalan
cerita yang Ia buat sudah begitu indah hingga kita tak akan pernah sanggup
membayangkan. Seringkali tak pandai membaca pertanda bahwa sebenarnya yang
terbaik bagi kehidupan kita sedang Ia siapkan.
Sebuah pelajaran yang bisa gue ambil dari
perjalanan ini adalah untuk tidak berhenti memberikan yang maksimal dari setiap
usaha yang dlakukan. Berdoa dengan setulus hati tentang niat baik yang akan
dilaksanakan. Dan berpasrah seikhlas mungkin untuk siap menerima apapun yang
akan Tuhan berikan. Bahwa dengan melakukan hal tersebut, maka akan dibukakan
jalan kemudahan, akan datang rezeki dari arah yang tak disangkakan, dan akan
dicukupkan segala urusan. Dalam bentuk apapun. Apapun yang bahkan tidak berarti
menurut orang lain.
Gue menyadari bahwa pendampingan dan janji
Tuhan untuk memberikan petunjuk, kemudahan dan rezeki tidaklah hanya berupa
sebuah hal yang nyata, materil, tangible atau physical. Kadang ia datang dalam
sebuah perwujudan lain. Dalam kasus gue, perwujudan itu adalah berupa dukungan.
Sebagian akan menilai sepele. Sebagian akan menilai hal kecil. Sebagian akan
menganggap gue membual. Sebagian lain bahkan meremehkan.
Namun ternyata hal itu sangatlah bernilai.
Saat gue berada dalam titik terendah, hampir masuk ke dalam lubang
keterpurukan, sebuah dukungan bisa mengubah banyak hal. Kapan itu bisa terjadi?
Ketika dukungan itu diberikan dengan ketulusan, tanpa dibuat supaya terlihat
menawan atau tanpa penuh upaya ke-sok-tahu-an. Kadang dukungan itu membuat kita
terhenyak. Membuat kita tersadar. Membuat kita bangun dari tidur nyenyak.
Bahkan tak jarang membuat kita meradang.
Namun bukankah itu yang kita butuhkan,
untuk membangun pemikiran kita menjadi lebih dewasa, realistis dan matang?
Takbir masih terus berkumandang bersahutan.
Menemani gue bersiap meninggalkan rumah yang
telah menjadi saksi 18 tahun perjalanan kehidupan.
Biarlah ini menjadi takbir terakhir yang
akan berdendang di rumah ini.
Namun takbir ini akan menjadi takbir yang
terus terkenang, yang mengingatkan bahwa Tuhan tidak akan pernah meninggalkan
kita dalam kesendirian.
Ia mengutus hamba lain untuk menihilkan
rasa tersebut dalam perjalanan.